BUDIDHURO

BUDIDHURO
Terbanglah GARUDAKU

Kamis, 20 Juni 2013

ALLAH

Allah, kalimat terakhir Soekarno sebelum meninggal

Jumat, 21 Juni 2013 05:03:00
Hari ini, tepat 43 tahun lalu, Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno, meninggal dunia. Haul Soekarno selalu disambut dengan doa dan tahlilan para Soekarnois. Tahun ini, ribuan warga Blitar menggelar tumpeng sepanjang 2 km di Istana Gebang. Tempat itu merupakan rumah masa kecil Soekarno.
Sayangnya kematian Soekarno tak seindah jasanya memerdekakan negeri ini.
Soekarno meninggal dalam ruang perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Komplikasi ginjal, gagal jantung, sesak napas dan rematik mengalahkan tubuhnya. Semangatnya sudah hilang bertahun-tahun lalu lalu saat Jenderal Soeharto menahannya di Wisma Yasoo.
Soekarno diasingkan dari rakyat yang dicintainya. Bahkan keluarga sendiri dipersulit jika mau menjenguk. Dengan cepat kesehatannya menurun. Soekarno menjadi linglung dan suka bicara sendiri.
Pengamanan terhadap Soekarno diperketat. Alat sadap dipasang di setiap sudut rumah. Rupanya singa tua sakit-sakitan dalam sangkar berlapis ini masih menakutkan bagi Jenderal Soeharto.
Puncaknya, Soekarno dilarikan dari Wisma Yasoo tanggal 16 Juni 1970 dalam kondisi sekarat. Dia ditempatkan dalam sebuah kamar dengan penjagaan berlapis di lorong-lorong Rumah Sakit. Hal itu diceritakan dalam buku 'Hari-hari Terakhir Soekarno' yang ditulis Peter Kasenda dan diterbitkan Komunitas Bambu.
Kondisi Soekarno terus memburuk. Pukul 20.30 WIB, Sabtu 20 Juni 1970, kesadaran Soekarno menurun. Minggu dini hari, Soekarno tak sadar dan koma.
Dokter Mahar Mardjono sadar ini mungkin detik-detik terakhir hidup Putra Sang Fajar itu. Dia kemudian menghubungi anak-anak Soekarno. Meminta mereka segera datang.
Minggu, 21 Juni 1970, pukul 06.30 WIB, anak-anak Soekarno sudah berkumpul di RSPAD. Tampak Guntur, Megawati, Sukmawati, Guruh dan Rachmawati menunggu dengan tegang kabar ayah mereka.
Pukul 07.00 WIB, Dokter Mahar membuka pintu kamar. Anak-anak Soekarno menyerbu masuk ke ruang perawatan. Mereka memberondong Mahar dengan pertanyaan. Namun Mahar tak menjawab, dia hanya menggelengkan kepala.
Pukul tujuh lewat sedikit, suster mencabut selang makanan dan alat bantu pernapasan. Anak-anak Soekarno mengucapkan takbir.
Megawati membisikkan kalimat syahadat ke telinga ayahnya. Soekarno mencoba mengikutinya. Namun kalimat itu tak selesai.
"Allaaaah..." bisik Soekarno pelan seiring nafasnya yang terakhir.
Tangis pecah. Pukul 07.07 WIB, seorang manusia bernama Soekarno kembali pada penciptanya. Berakhirlah tugasnya sebagai Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Tapi kematian juga yang membebaskannya dari status tahanan rumah Orde Baru. Soekarno merdeka dari para pengawal, tembok-tembok tinggi, alat penyadap dan para interogrator. Soekarno telah bebas.
*****
Hari ini memperingati Haul Soekarno ke-43, tim merdeka.com mencoba menurunkan tulisan berseri tentang akhir hidup Soekarno.
Redaksi mengirimkan wartawan kami Imam Mubarok ke Blitar untuk melakukan reportase langsung di Makam Bung Karno.
Di Bogor, Ilham Kusmayadi menelusuri jejak Soekarno di Batutulis. Semantara Ahmad Baiquni mengunjungi Museum Satria Mandala, yang dulu dikenal dengan Wisma Yasoo.
Lalu ada Ramadhian Fadillah, Iqbal Fadil, Muhammad Taufik, Mardani, dan Hery Winarno yang berkutat dengan buku-buku dan mewawancarai nara sumber untuk melengkapi rangkaian kisah ini. Harapan kami, tulisan ini memperkaya pengetahuan pembaca tentang sosok Soekarno dan sejarah negeri ini yang jarang dikupas.








Sabtu, 01 Juni 2013

Jika Air Mata Seorang Ibu Menitis

Megawati menangis Bacakan Pidato Kelahiran PANCASILA

Megawati Menangis Bacakan Pidato Kelahiran PancasilaLiputan6.com, Jakarta : 
Posted: 01/06/2013 11:25
Memperingati Hari Pancasila 1 Juni, puluhan ribu kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hari ini, Sabtu (1/6/2013), menggelar upacara di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.
Hadir dalam kesempatan itu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi, serta sejumlah petinggi partai di antaranya Effendi Simbolon, Rieke Diah Pitaloka, Guruh Soekarno, dan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso serta Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla.
Megawati yang memberikan pidato dalam peringatan Hari Pancasila ke 68 bertema "Selamatkan Bangsa dengan Api Perjuangan Bung Karno" sempat menitikkan air mata. Ia sedih dengan konflik komunal yang terjadi akhir-akhir ini di sejumlah daerah di Tanah Air.
Dengan belasan ribu pulau suku bangsa dan kebudayaan aneka agama dan kepercayaan serta variasi kelas sosial, Indonesia diharuskan menemukan suatu cara adil dan berhadapan sekaligus konsolidasi yang solid dalam kebinekaan. Menjadi penting agar diversitas dapat menjadi alasan untuk hidup bersama dengan harmonis, bukan sebaliknya menjadi konflik," kata Megawati sambil menitikkan air mata di Jakarta, Sabtu (1/6/2013).
Ia menjelaskan Pancasila menekankan pada titik perdamaian yang telah mengakar dalam kehidupan suku, agama dan bangsa. Nilai-nilai itu jauh terbentuk sebelum Indonesia merdeka.
"Sepanjang sejarah nilai-nilai ini mampu hidup bersama dalam kebhinekaan yg disebut Bhineka Tunggal Ika. Bhineka Tunggal Ika inilah corak paling stabil dalam perbedaan," tukas Megawati.